Senin, 20 Februari 2017

PEKERJA BERHAK ATAS BONUS TAHUNAN




Dalam Kamus Bisnis dikenal beberapa definisi tentang Bonus, seperti: Bonus, Bonus Retensi, Bonus Tahunan, Bonus Akhir Tahun, dan Tantiem.

• DEFINISI BONUS; Bonus adalah Jumlah tambahan uang yang ditambahkan ke gaji karyawan, biasanya sebagai hadiah untuk melakukan pekerjaan sulit atau melakukan pekerjaan dengan baik; atau Item tambahan yang disertakan sebagai bagian dari suatu penawaran produk yang tidak dikenakan biaya. Bonus yang digunakan untuk meningkatkan persepsi nilai atas penawaran dan meningkatkan kemungkinan penjualan.

• DEFINISI BONUS RETENSI; Bonus Retensi (retention bonus) adalah pembayaran insentif yang digunakan untuk mencegah karyawan meninggalkan organisasi. Biasanya karyawan diminta untuk menandatangani perjanjian yang menyatakan mereka akan tetap bekerja untuk jangka waktu tertentu atau sampai selesainya suatu tugas atau proyek tertentu agar memenuhi syarat untuk mendapatkan bonus.

• DEFINISI BONUS TAHUNAN; Bonus Tahunan (annual bonus) adalah sebuah pembayaran kompensasi variabel, biasanya dalam bentuk uang tunai, yang diberikan kepada eksekutif jika kinerja tahunan perusahaan melebihi target keuangan dan nonkeuangan yang ditentukan. Ukuran bonus umumnya dinyatakan sebagai persentase dari gaji pokok dan mungkin memiliki minimum yang dijamin dan maksimum tertentu.

• BONUS tahunan adalah pembagian sebagian keuntungan yang diperoleh perusahaan
sebagai penghargaan atas kinerja karyawan selama periode tahun berjalan sehingga
perusahaan mampu meraih laba. Key word-nya adalah sebagian keuntungan, selama periode 1 tahun dan mampu meraih laba.

• DEFINISI BONUS AKHIR TAHUN; Bonus Akhir Tahun adalah pembayaran yang terkadang diberikan kepada karyawan pada akhir tahun ketika karyawan dan/atau perusahaan berkinerja sangat baik.

• DEFINISI TANTEIM; Tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan kepada karyawan, yang baru dapat diberikan bila perusahaan memperoleh laba bersih sebagaimana ditentukan dalam Pasal 70 ayat (1) UU No. 40 Tahun2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT); Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-16/PJ.44/1992 Tentang Pembagian Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi Dan Tantiem disebutkan bahwa, Tantiem merupakan bagian keuntungan yang diberikan kepada Direksi dan Komisaris oleh pemegang saham yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari laba perusahaan setelah kena pajak.

• Menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tentang Pengelompokam Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah, dinyatakan bahwa BONUS adalah bukan merupakan bagian dari upah, melainkan pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerja menghasilkan hasil kerja lebih besar dari target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas. Besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan.

Dari itu, yang menjadi fokus dalam tulisan ini adalah Bonus Tahun atau Bonus Akhir Tahun. Ketika bicarakan bonus tahunan atau bonus akhir tahun, maka key word (kata kunci-nya) adalah KEUNTUNGAN atau Laba perusahaan pada tutup buku akhir tahun. Dalam Pasal 70 UU PT disebutkan bahwa, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih setiap tahun buku untuk cadangan, apabila perseroan mempunyai saldo laba yang positif, dengan ketentuan penyisihan laba bersih itu dilakukan sampai cadangan mencapai 20% dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor.

Kemudian dalam Pasal 71 ayat (1) UU PT diatur bahwa penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan diputuskan oleh RUPS. Dijelaskan dalam penjelasan ayat (1) ini, bahwa berdasarkan keputusan RUPS tersebut dapat ditetapkan sebagian atau seluruh laba bersih digunakan untuk pembagian dividen kepada pemegang saham, cadangan, dan/atau pembagian lain seperti tansiem (tantieme) untuk anggota Direksi dan Dewan Komisaris, serta bonus untuk karyawan. Pemberian tansiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja Perseroan telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya. Berdasarkan ketentuan tersebut, nyata bahwa tidak hanya pemegang saham yang berhak atas dividen, direksi berhak atas tantiem, tetapi juga karyawan/pekerja/buruh berhak pula atas Bonus Tahunan apabila perusahaan mempunyai saldo positif.

Muncul petanyaan, berapa besaran bonus untuk para karyawan? Sebagai contoh, ada sebuah group perusahaan yang mencantumkan sistem pembagian bonus tahunan ini dalam AD/ART perusahaan, yaitu: 8% dari keuntungan perusahaan setelah dikurangi laba ditahan, dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan, di mana pelaksanaan pembagian keuntungannya akan dilaksanakan pada saat pembayaran gaji bulan April tahun berikutnya. Ada juga perusahaan yang membagikan bonus secara proposional.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana mekanisme pemberian bonus bisa lebih bersifat fair. Dalam teori bisnis, paling tidak terdapat dua formula atau metode yang kadang digunakan oleh perusahaan untuk membuat diferensiasi antara pegawai yang bagus dengan yang tidak.

• Metode Forced Rank. Metode ini intinya memaksa para atasan untuk meranking para anak buahnya, dari yang tertinggi hingga terendah. Contoh, jika seorang atasan memiliki 5 anak buah, maka dia wajib meranking kelimanya, mulai dari siapa yang berada pada ranking nomer satu hingga nomer lima (kriteria ranking merujuk pada prestasi kerja sehari-hari anak buahnya).

Melalui metode forced rank ini, para atasan dipaksa untuk secara sungguh-sungguh mengidentifikasi siapa yang punya prestasi bagus (dan karenanya layak mendapat ranking nomer 1), siapa nomer 2, dan seterusnya. Dengan metode ini, maka atasan tak lagi bisa lagi melakukan generalisasi penilaian kepada para bawahannya (yang acap menyembunyikan fakta bahwa ada diantara bawahannya yang lebih bagus dibanding lainnya).

Dengan sistem forced rank itu, dapat diciptakan mekanisme diferensiasi untuk membedakan mereka yang tangguh dan yang tidak. Tentu saja, bagi mereka yang rankingnya lebih tinggi maka layak mendapatkan bonus yang lebih besar dibanding yang rankingnya ada diperingkat bawah.

• Metode Distribusi Normal. Metode ini sejatinya memiliki kemiripan dengan metode forced rank. Keduanya berangkat dari spirit bahwa harus ada pembagian antara yang prestasinya bagus dengan yang pas-pasan. Namun kalau forced rank memaksa pembagian ranking secara satu per satu (dari ranking nomer satu sampai yang paling bawah), maka metode distribusi normal melakukan pembagian kinerja berdasar persentase, dan biasanya diterapkan pada level departemen/divisi.

Sebagai misal, divisi marketing memiliki 100 orang karyawan, maka rating penilaian karyawannya harus didistribusikan secara normal : yakni hanya 20 % yang berhak mendapatkan nilai A, 60 % mendapat nilai B, dan 20 % mendapatkan nilai C (komposisinya juga bisa seperti berikut : jatah nilai A = 20 %, nilai B = 30 %, nilai C = 30%, dan jatah nilai D = 20%). Intinya, rating penilaian dari A s/d C atau D harus didistribusikan secara merata; dan tidak boleh semuanya numpuk pada nilai A.

Sama seperti forced rank, metode distribusi normal ini juga memaksa agar setiap departemen tidak royal memberi nilai A kepada semua karyawannya; dan harus lebih obyektif dalam membedakan antara yang punya prestasi bagus dengan yang tidak. Baik metode forced rank maupun metode distribusi normal mendorong setiap atasan untuk melakukan pembedaan rating kinerja kepada para bawahannya. Diharapkan dengan cara seperti ini, maka besaran bonus bisa lebih fair. Berdasarkan SE Menaker No. SE-07/MEN/1990, besarnya pembagian bonus diatur berdasarkan kesepakatan. Karena itu, sebaiknya ketentuan tentang bonus diatur dalam PKB (Perjajian Kerja Bersama).

Demikian. Selamat berjuang bagi yang belum mendapatkan bonus dari pengusahanya.

Copas : Sahabat Rohman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar